Monday, October 24, 2016

Batik Day Bersama Warga Indonesia di Waseda University


Tanggal 2 Oktober 2009, Batik ditetapkan sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi oleh UNESCO. Sejak itu, tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak hanya yang berada di Indonesia saja, kami, mahasiswa Indonesia di Unviersitas Waseda, juga merayakan Hari Batik Nasional.

Meskipun PPI Waseda baru mengadakan acara perayaan Hari Batik Nasional tanggal 5 Oktober 2016, tetapi esensi dari hari tersebut tidak berkurang sedikitpun. Hari itu membuat jejak ingatan yang hangat bagi saya yang baru tiba di Tokyo sebagai mahasiswa baru.

Rangkaian acara dimulai dengan berkumpul untuk foto bersama dengan memakai batik di depan Okuma Hall Auditorium. Hari itu adalah hari pertama saya mengikuti acara yang diadakan oleh PPI Waseda, Yang berarti saya belum pernah bertemu dengan anggota-anggotanya. Ada sedikit kekhawatiran dalam pikiran saya tentang bagaimana kalau saya tidak mengenali anggota PPI Waseda satu pun. Namun kekhawatiran saya hilang dalam sekejap saat saya menghampiri Okuma Hall Auditorium. Dari kejauhan saya melihat orang-orang yang memakai batik. Saat itu, saya langsung tahu bawa mereka adalah teman-teman anggota PPI Waseda yang saya cari. Kekuatan batik sebagai pemersatu bangsa memang luar biasa. Di negara yang jauh dari Indonesia ini, kami tetap dapat mengenali dan merasa satu dengan individu-individu yang baru dikenal, hanya dengan pakaian yang kami pakai. Meskipun kami berasal dari daerah yang berbeda dan memakai pola batik yang berbeda pula, tetapi orang-orang yang memakai batik seakan dipersatukan dengan nilai budaya yang sama.

Acara diakhiri dengan ramah-tamah sekaligus perkenalan mahasiswa baru. Meskipun baru kenal, tapi saya bias merasakan suasana nyaman saat berinteraksi dengan teman-teman anggota PPI Waseda. Senang sekali rasanya dapat bertemu dengan teman-teman PPI Waseda. Saya jadi merasa sedang kembali ke ‘rumah’. Cuaca di Tokyo pada hari itu hujan dan dingin, tetapi hati saya terasa hangat saat bertemu dan berkumpul bersama teman- teman PPI Waseda.

Hari Batik Nasional ini dimaknai tidak hanya untuk menghormati salah satu warisan kebudayaan Indonesia saja, tapi juga sebagai identitas bangsa Indonesia yang akan selalu mempersatukan kita, kapan pun, di mana pun kita berada.




Oleh: Dania Wijarnako

Candidate of Master of Business Administration, Waseda Business Schoool

Saturday, October 8, 2016

Menjejakkan Kaki di Tanah Ezo

Halo semuanya, bagi yang bingung dengan istilah Ezo, itu adalah nama dari Hokkaido di abad pertengahan. Hokkaido adalah pulau terbesar kedua di Jepang setelah Honshu yang merupakan pulau utama. Hokkaido terletak di bagian utara Jepang yang berbatasan langsung dengan Rusia, dengan letak geografisnya tersebut, wilayah ini merupakan wilayah terdingin di Jepang. Salju turun hampir 6 bulan dalam setahun dan saat puncak musim dingin suhu bisa mencapai -20° Celcius, suhu yang bisa kita katakan ekstrem sebagai orang Indonesia. Saya akan menceritakan pengalaman pertama saya di Hokkaido sekaligus untuk menghadiri Kongres Persatuan Pelajar Indonesia Jepang (PPIJ).


Saya berangkat menuju Hokkaido dengan menggunakan pesawat bersama dengan rombongan PPI dari wilayah Kanto (Daerah yang meliputi wilayah Tokyo dan sekitarnya). Saat itu suhu Tokyo masih hangat karena masih dalam masa peralihan ke musim gugur, tapi dengan letaknya di utara, saya membawa jaket untuk persiapan suhu yang lebih dingin. Dugaan saya terbukti saat tiba di New Chitose Airport, suhunya adalah 13 derajat celsius. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju pusat kota Sapporo untuk bertemu kawan-kawan Indonesia di Hokkaido University. Datang ke Hokkaido saat musim panas mungkin tidak terlalu populer, karena banyak atraksi di sana dilaksanakan saat musim dingin seperti Yuki Matsuri (Snow Festival). Tapi, Hokkaido yang sejuk memberikan nuansa musim panas yang berbeda, kesejukan anginnya mengingatkan akan hembusan angin di Kintamani.


Untuk kawan-kawan yang ingin tahu apa saja yang ditawarkan oleh Hokkaido sebenarnya bisa langsung ke website pemerintah Hokkaido karena sangat lengkap. Tempat yang saya kunjungi juga berdasar daftar resmi, yaitu Moerenuma Park yang ada di pinggir kota. Taman yang memiliki keliling 4 km ini adalah bekas tempat pembuangan akhir sampah yang kemudian disulap menjadi taman yang asri dengan desain modern, tidak ada biaya masuk ke dalam taman ini dan kita bisa sepuasnya menikmati taman rumput luas, gunung buatan dan atraksi air mancur, oh iya sunset di sini sangat indah. Ada beberapa kawan yang berkunjung ke Furano, tempat perkebunan bunga dan lavender yang terkenal, mereka sangat terkesan dengan perawatan bunga di sana. Wajar saja jika mereka terkesan, dengan kondisi yang keras di musim dingin, Hokkaido menjadi salah satu pusat teknologi pertanian di Jepang. Para insinyur dan akademisi saling bahu-membahu untuk bisa mengembangkan pertanian yang bisa bertahan di cuaca yang ekstrem.


Sekian dari saya, sampai berjumpa lain waktu!

Oleh: Gede Resnadiasa
(Mahasiswa master, Graduate School of Asia-Pacific Studies, Waseda University)